TIMES PRIANGAN TIMUR, MALANG – Warga Desa Landungsari Kecamatan Dau, Kabupaten Malang wadul ke Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Malang, di Ruang Fraksi PDI Perjuangan, Rabu (17/9/2025).

Segala keresahan yang dialami warga itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), akibat jalan setapak yang biasa mereka lewati tertutup tembok beton perumahan di kawasan Landungsari Dau. Tepatnya, sejak awal Januari 2022 atau selama 23 silam. 

Pada RDPU dengan anggota Fraksi PDI Perjuangan itu, setidaknya tiga warga petani berkeluh kesah karena kehilangan akses menuju tanahnya. Mereka adalah Heru Prajitno, Idris Effendi dan Soepomo. 

"Karena akses ke tanah mereka ditembok pengembang perumahan, dua warga yang merupakan petani akhirnya tidak bisa mengarap tanah tersebut," terang Sudarno, koordinator Pengaduan Publik, yang mendampingi warga terdampak tembok perumahan ini. 

Sedangkan, lanjutnya, satu orang warga (Heru Prajitno) yang menjadikan tanahnya untuk dibangun rumah tinggal, urung punya rumah untuk keluarganya. 

Menurut mereka, jalan yang sejak puluhan tahun menjadi urat nadi petani kini lenyap, diganti dinding beton yang memisahkan warga dengan lahan penghidupannya. Lahan tanah yang ditempati berupa tegalan kebun, dimana pada tahun 1991 silam ditanami kedelai dan jagung. 

Ketua Fraksi PDI Perjuangan Kabupaten Malang, Abdul Qodir, SH, mempertanyakan nurani pengembang perumahan yang tega memutus akses rumah tinggal dan lahan petani itu.

"Ini bukan sekadar soal tanah, tapi soal kemanusiaan. Bagaimana mungkin, petani harus berhadapan dengan tembok untuk sekadar bisa menanam dan hidup layak?" ketus pria yang akrab disapa Adeng ini, setelah menerima warga Landungsari tersebut. 

Ditegaskan, pemerintah tidak boleh menutup mata dalam hal ini. Fraksi PDI Perjuangan pun meminta kepada Pemkab Malang, agar supaya hadir bukan hanya mendukung pembangunan fisik, tetapi juga untuk melindungi hak rakyat atas akses hidupnya. 

Menutup jalan menuju lahan penghidupan, lanjutnya, sama artinya dengan memutus urat nadi ketahanan pangan di tingkat paling dasar.

"Maka atas nama kepentingan umum dan pertimbangan kemanusiaan, kami mendorong Pemkab Malang harus segera mengambil langkah konkret, melakukan mediasi antara pengembang perumahan dan masyarakat untuk membuka kembali akses jalan. Jangan biarkan saudara-saudara kita kehilangan ruang untuk harapan dan penghidupannya," tegas Adeng. 

Ia menambahkan, pentingnya membuat regulasi perlindungan akses publik, agar kasus serupa tidak terulang di kemudian hari  dan hak masyarakat desa terjamin.

Selanjutnya, kata Adeng, pembangunan tidak boleh berdiri di atas penderitaan rakyat kecil.

 Perumahan mungkin membangun gedung, tetapi petani membangun kehidupan. Pemerintah wajib hadir memastikan keduanya berjalan beriringan, dengan menempatkan kepentingan kemanusiaan sebagai dasar kebijakan. Karena tanpa sawah, tanpa petani, apa arti pembangunan itu sendiri. 

"Ini bukan sekadar jalan tanah, tapi jalan kehidupan mereka," tuturnya dengan nada getir.

Diungkapkan anggota dewan dari Kecamatan Dau ini, menetapkan jalan alternatif resmi yang layak dan manusiawi bagi petani, bukan sekadar jalur darurat. Termasuk, di dalamnya

"Kalau akses jalan ke lahan mereka ditutup, bagaimana saudara-saudara kita di Landungsari bisa memberi makan keluarga dan menjaga desa. Pembangunan sejati adalah ketika rakyat kecil tetap bisa melangkah tanpa hambatan, ketika petani tidak tercerabut dari tanah penghidupannya," demikian anggota dewan dari Dau Kabupaten Malang ini. (*)