TIMES PRIANGAN TIMUR, BANDUNG – Kondisi Bandung Zoo kembali menjadi sorotan publik setelah kebun binatang tertua di Kota Kembang itu mengalami penutupan sementara. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana nasib ratusan satwa yang hidup di dalamnya serta kelangsungan kerja para karyawan yang selama ini menjadi tulang punggung operasional.
Namun, di balik kekhawatiran yang muncul, ada cerita lain tentang upaya keras, ketekunan, dan solidaritas yang tetap terjaga agar Bandung Zoo terus hidup dan satwa tetap mendapat perawatan terbaik.
Kurator satwa Bandung Zoo, Rohman Suryaman, Senin (08/09/2025), menegaskan bahwa, kondisi satwa hingga kini tetap dalam keadaan baik. Seluruh perawatan berjalan sebagaimana mestinya, mulai dari pemberian pakan, vitamin, hingga proses rehabilitasi satwa yang dikenal dengan istilah enrichment.
Dalam praktiknya, satwa tetap diberi pengalaman makan yang menyerupai habitat aslinya, seperti rumput yang digantung atau buah-buahan yang ditempatkan pada posisi tertentu agar mereka bisa aktif bergerak.
Menurutnya, kesehatan satwa bukan hanya soal makanan, "tetapi juga bagaimana mereka tetap bisa mengekspresikan perilaku alaminya.
Rohman menjelaskan, ada sekitar 11 satwa yang lahir selama masa penutupan, di antaranya orang utan, binturong, dan harimau. Salah satunya, bayi orang utan bernama Tama yang kini berusia delapan bulan, sudah mulai belajar bergelantungan dan menikmati buah-buahan selain susu.
Kelahiran-kelahiran baru ini menjadi tanda bahwa satwa masih berada dalam kondisi terjaga, meski situasi operasional kebun binatang penuh keterbatasan. Namun ia tak menampik bahwa ada kekhawatiran besar di kalangan karyawan mengenai keberlangsungan pakan satwa. Pasalnya, kebutuhan operasional selama ini sangat bergantung pada pemasukan dari tiket pengunjung. Jika penutupan berlangsung lebih lama, kemampuan yayasan dalam menyediakan pakan bisa berada di ambang batas.
Kekhawatiran serupa disampaikan Yaya Suhaya, Ketua Serikat Pekerja Mandiri Derenten. Ia menuturkan, meski kondisi keuangan lembaga terdampak langsung oleh berhentinya pemasukan tiket, hingga saat ini tidak ada karyawan yang dirumahkan. Sebanyak 142 pekerja tetap beraktivitas, meski beberapa di antaranya dialihkan ke tugas yang bukan bidangnya. Staf bagian pemasaran dan ticketing, misalnya, kini ikut membantu dalam perawatan satwa atau mendukung kebersihan lingkungan.
"Ini adalah bentuk adaptasi sekaligus solidaritas, agar semua karyawan tetap memiliki peran di tengah situasi sulit," ujarnya menambahkan.
Soal gaji karyawan, Yaya mengakui masih menjadi tanda tanya besar. Selama ini pembayaran tetap berjalan, tetapi dengan pemasukan yang macet, tidak ada jaminan kondisi itu bisa bertahan lama. Para pekerja hanya bisa berharap pengurus yayasan mampu mencari solusi agar hak karyawan tidak terganggu. Bagaimanapun, mereka tetap menjaga semangat kerja karena merasa tanggung jawab terhadap satwa jauh lebih besar daripada sekadar urusan pribadi.
Situasi yang dialami Bandung Zoo menggambarkan paradoks. Di satu sisi, lembaga konservasi ini berhasil menjaga kehidupan satwa dengan standar etika dan kesehatan yang baik. Di sisi lain, keberlangsungan operasionalnya justru digantungkan pada tiket masuk pengunjung, yang saat ini terhenti. Kelahiran satwa baru seperti Tama seharusnya menjadi kabar gembira, tetapi justru menambah tekanan karena kebutuhan pakan dan perawatan kian meningkat.
Kondisi ini menuntut perhatian serius dari semua pihak. Bandung Zoo bukan hanya tempat wisata, tetapi juga lembaga konservasi yang menjaga keberlangsungan satwa langka. Jika keberadaannya goyah, maka yang terancam bukan hanya hewan-hewan di dalamnya, tetapi juga ratusan pekerja dan keluarga mereka. Solidaritas internal yang ditunjukkan karyawan untuk saling menopang adalah modal sosial penting, namun tidak cukup untuk menjawab kebutuhan operasional yang besar.
Di tengah situasi penuh tekanan ini, publik seakan diingatkan bahwa keberlangsungan konservasi bukan semata-mata tanggung jawab satu lembaga. Butuh keterlibatan lebih luas, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta, untuk memastikan satwa tetap hidup dalam kondisi layak. Bandung Zoo kini berdiri di persimpangan, antara mempertahankan idealisme konservasi dan menghadapi realitas finansial yang kian menekan.
Namun satu hal jelas: meski pintu untuk pengunjung tertutup, semangat mereka yang bekerja di dalamnya tidak padam. Mereka tetap memberi makan, membersihkan kandang, mengawasi kesehatan, bahkan merawat bayi-bayi satwa dengan penuh dedikasi. Ketika sebagian orang mempertanyakan masa depan kebun binatang ini, para pekerjanya menjawab dengan tindakan nyata setiap hari, memastikan bahwa setiap satwa masih mendapat hak hidupnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Satwa Bertahan, Karyawan Pun Berjuang: Bandung Zoo di Tengah Tekanan
Pewarta | : Djarot Mediandoko |
Editor | : Faizal R Arief |