TIMES PRIANGAN TIMUR, JAKARTA – Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur mengambil langkah antisipatif dengan mendata sekaligus mengkaji kelayakan bangunan pendidikan dan pesantren Muhammadiyah di wilayahnya. Upaya ini dilakukan menyusul peristiwa ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny Sidoarjo.
“Yang pertama, kita ingin inventarisasi berapa jumlah pondok dan sekolah Muhammadiyah. Selanjutnya akan ada investigasi terkait kelayakan bangunan, apakah sudah sesuai standar dan layak untuk dihuni,” kata Ketua PWM Jatim, Prof. Dr. dr. Sukadiono di Surabaya, Sabtu.
PWM Jatim akan melibatkan perguruan tinggi Muhammadiyah yang memiliki program studi Arsitektur dan Teknik Sipil sebagai tim ahli dalam proses kajian. Kerja sama juga dilakukan dengan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) serta Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah.
Menurut Sukadiono, aspek keselamatan menjadi perhatian utama. “Bangunan pendidikan harus memperhitungkan banyak faktor, apalagi Jawa Timur termasuk daerah rawan gempa. Karena itu, perlu perhitungan matang dari para ahli, mulai dari kekuatan fondasi hingga struktur bangunan,” ujarnya.
PWM Jatim mencatat ada delapan perguruan tinggi Muhammadiyah di Jawa Timur yang memiliki program studi Arsitektur dan Teknik Sipil. Para dosen dari kampus tersebut akan dikerahkan untuk melakukan verifikasi sekaligus memberikan rekomendasi teknis perbaikan bangunan.
Upaya ini tidak hanya memastikan keamanan fisik gedung, tetapi juga menjadi bagian dari tanggung jawab moral Muhammadiyah dalam melindungi keselamatan peserta didik, guru, dan santri. “Sekolah dan pesantren bukan hanya tempat menuntut ilmu, tetapi juga rumah kedua bagi para santri. Karena itu keselamatan dan kenyamanan mereka menjadi prioritas,” tegas Sukadiono.
Susun Panduan Teknis Bangunan Pesantren
Hasil kajian tim ahli nantinya akan menjadi acuan bagi seluruh amal usaha pendidikan Muhammadiyah di Jawa Timur untuk melakukan renovasi atau pembangunan baru sesuai rekomendasi teknis.
Selain pendataan, PWM Jatim juga berencana menyusun panduan teknis pembangunan gedung pendidikan yang sesuai standar ketahanan bangunan dan regulasi pemerintah. “Kami ingin agar semua lembaga pendidikan Muhammadiyah memiliki pedoman teknis yang baku dalam pembangunan gedung baru, termasuk soal izin mendirikan bangunan (IMB) dan kajian struktur yang aman,” tambahnya.
PWM Jatim berharap langkah ini bisa menjadi contoh bagi organisasi pendidikan Islam lainnya dalam memastikan keselamatan sarana pendidikan. “Langkah ini penting agar musibah seperti yang dialami Pondok Pesantren Al Khoziny tidak terulang kembali,” pungkas Sukadiono.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: PWM Jatim Kaji Kelayakan Bangunan Pesantren Muhammadiyah Pasca Ambruknya Ponpes di Sidoarjo
Pewarta | : Rochmat Shobirin |
Editor | : Imadudin Muhammad |