TIMES PRIANGAN TIMUR, JAKARTA – v class="ds-markdown ds-markdown--block" style="--ds-md-zoom:1.143">
Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Budi Arie Setiadi mengungkapkan bahwa terdapat 22 regulasi yang dinilai menghambat perkembangan koperasi di Indonesia. Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu (12/2/2025).
Menurut Budi, Kementerian Koperasi telah melakukan identifikasi dan akan melakukan supervisi serta advokasi untuk mengatasi kendala tersebut.
"Kami di Kementerian Koperasi sudah mencatat ada 22 regulasi yang menghambat perkembangan koperasi yang juga akan kita supervisi dan advokasi," ujar Budi Arie Setiadi.
Meski tidak merinci secara spesifik ke-22 regulasi tersebut, Budi menekankan bahwa beberapa isu krusial perlu menjadi perhatian bersama. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. UU ini telah berlaku selama tujuh periode kepresidenan, mulai dari era Presiden Soeharto hingga Presiden Joko Widodo, tanpa pernah direvisi.
"Kami sedang mengupayakan revisi UU Perkoperasian karena banyak aspek regulasi yang perlu disesuaikan dengan kondisi saat ini," tambah Budi.
Isu Strategis yang Menghambat Perkembangan Koperasi
Budi Arie Setiadi memaparkan enam isu utama yang menjadi tantangan bagi koperasi di Indonesia:
-
Regulasi yang Tidak Relevan: UU Perkoperasian yang sudah berusia lebih dari tiga dekade dinilai tidak lagi sesuai dengan dinamika ekonomi modern.
-
Koperasi Belum Menjadi Pilihan Utama: Kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional masih sangat rendah, hanya sekitar 1,07%.
-
Rendahnya Kompetensi SDM: Sumber daya manusia (SDM) di sektor koperasi masih kurang kompeten, dan regenerasi pengelola koperasi menjadi tantangan besar.
-
Adaptasi dan Inovasi Digital yang Lemah: Koperasi masih tertinggal dalam memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan produktivitas dan layanan.
-
Akses Pendanaan Terbatas: Koperasi kesulitan mendapatkan akses pendanaan dan menciptakan nilai tambah dari produk yang dihasilkan.
-
Aset dan Kontribusi Ekonomi yang Minim: Akumulasi aset koperasi dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional masih sangat rendah.
Peluang Pengembangan Koperasi di Indonesia
Meski menghadapi berbagai tantangan, Budi Arie Setiadi optimis bahwa koperasi memiliki peluang besar untuk berkembang. Beberapa peluang tersebut antara lain:
-
Orientasi Kesejahteraan Anggota: Koperasi berfokus pada kesejahteraan anggota, yang menjadi keunggulan utama dibandingkan bentuk usaha lainnya.
-
Bonus Demografi: Generasi muda Indonesia yang besar dapat menjadi tenaga kerja terampil untuk mengelola koperasi.
-
Pemanfaatan Teknologi: Adopsi teknologi digital dapat meningkatkan produktivitas dan inovasi layanan koperasi.
-
Sumber Daya Alam Melimpah: Potensi sektor agro-maritim yang besar dapat dimanfaatkan koperasi untuk meningkatkan skala usaha.
-
Dukungan Pemerintah: Kebijakan afirmatif pemerintah, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025, mendukung peran koperasi dalam penyaluran pupuk bersubsidi.
-
Pembinaan Terpusat: Kementerian Koperasi sebagai satu-satunya lembaga yang membina koperasi dapat memastikan pembinaan yang lebih terarah.
Target Revisi UU Perkoperasian
Kementerian Koperasi menargetkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dapat disahkan pada Maret 2025.
RUU ini telah masuk dalam agenda rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk masa sidang I tahun 2024-2025. "RUU Perkoperasian ditargetkan untuk dapat disahkan pada akhir masa sidang I pada bulan Maret 2025," jelas Deputi Bidang Kelembagaan dan Digitalisasi Koperasi Kemenkop, Henra Saragih.
Proses revisi UU Perkoperasian telah dimulai sejak September 2023, dengan penyampaian Surat Presiden kepada Ketua DPR RI. Dukungan dari anggota Komisi VI DPR RI juga menjadi modal penting untuk mempercepat proses pembahasan dan pengesahan RUU tersebut.(*)