TIMES PRIANGAN TIMUR, JAKARTA – Di sebuah rumah sederhana yang dikelilingi kebun kopi dan sejuk udara pegunungan, dua insan sepuh duduk berdampingan, menanti waktu yang tak lama lagi. Awan Dahlan (100) dan Anan Dahniar (95) bukan hanya pasangan suami istri. Mereka adalah dua jiwa yang telah melewati berbagai musim hidup, dan kini, bersama-sama akan melangkah ke Tanah Suci sebagai Jemaah Haji Indonesia.
Pada 20 Mei 2025 nanti, keduanya menjadi bagian dari jemaah haji Aceh yang berangkat ke Makkah. Awan, dalam Bahasa Gayo, berarti kakek. Anan berarti nenek. Sebutan itu bukan hanya simbol umur, tapi juga penghormatan masyarakat kepada pasangan yang hidup dalam kesederhanaan dan kekuatan iman.
"Ini yang kedua," ujar Dahniar sambil tersenyum usai menerima suntikan vaksin polio di Puskesmas. Suaranya masih jelas meski logat Gayo-nya kental. Hari itu, 29 April 2025, mereka baru saja menyelesaikan tahap penting dari syarat kesehatan untuk berhaji.
Di usia senja, mereka tidak mengeluh soal prosedur dan vaksinasi. Bahkan, Dahlan masih tampak bugar. Ia masih turun ke kebun kopi, mengendarai motor sendiri. Sesekali saja memakai kacamata untuk membaca. Hanya ingatannya yang mulai mengambang.
"Yang lupa Bapak ni, ingatannya," ucap Dahniar. Tapi ia tersenyum, tak cemas. Ia tahu, suaminya masih bisa salat, masih tahu jalan pulang, dan masih mengingat cinta mereka.
Dari Tanah Gayo ke Tanah Suci
Kopi adalah sumber utama rezeki keluarga ini. Bukan dari warisan, bukan dari pensiun. Dahlan membiayai seluruh perjalanan ibadah mereka—dua kali umrah dan satu kali haji—dari hasil panen kebun kopi.
"Alhamdulillah, bisa mengunjungi Ka'bah tiga kali. Berkah umur," ucap Dahlan.
Dari satu-dua petak kebun yang tersebar di sekitar rumah dan di kaki bukit satu kilometer jauhnya, hasil panen bisa mencapai 30-60 kaleng sekali panen. Jika cuaca baik, panen bisa dilakukan hingga sepuluh kali dalam satu musim.
"Pelunasan sekali terus, enggak ada cicil-cicil. Insyaallah, lancar," ujar Dahlan, bangga.
Mereka mendaftar haji pada November 2019. Jika mengikuti antrian biasa, seharusnya mereka baru bisa berangkat pada tahun 2044. Tapi takdir berbicara lain. Pasangan lansia ini mendapat kuota prioritas.
“Lama antrian jemaah haji Aceh yang mendaftar tahun 2019 mencapai 25 tahun,” jelas Azhari, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh.
Dari total 4.378 kuota jemaah haji Aceh tahun ini, hanya 219 yang dialokasikan khusus untuk lansia, dan Awan Dahlan menjadi yang tertua di antaranya.
Cinta yang Menguatkan
Dua kali umrah, dua kali pula mereka melangkah berdua. Kini, di usia yang rawan bagi kebanyakan orang, Awan dan Anan tetap memilih berangkat bersama. Anak-anak tak ikut mendampingi. “Dua kali umrah berdua. Alhamdulillah, nggak ada pisah-pisah. Berangkat haji, berdua,” ucap Dahniar.
Mereka ikut manasik haji, senam lansia, dan menyelesaikan seluruh persyaratan kesehatan tanpa keluhan. Dahlan tak mengeluh tentang panas atau antrean. Yang ia pikirkan justru orang-orang yang nanti harus mendorong kursinya di tengah keramaian Masjidil Haram.
"Kan, ramai-ramai juga itu, iya kan?" katanya polos.
Doa yang Mengubah Takdir
Setiap salat, Anan Dahniar tak pernah alpa menyelipkan doa.
"Habis ini, panggil ya Allah. Mudahkan rezeki ku, ya Allah," ucapnya lirih, mengenang rutinitas doanya sejak bertahun-tahun silam.
Kini, doa-doa itu seperti diantar angin dari kebun kopi, lalu melangit dan dikabulkan. Mungkin itulah yang membawa pasangan ini masuk ke daftar prioritas haji lansia, bersama enam orang lain dari Aceh yang usianya di atas 95 tahun.
Pemerintah memastikan pelayanan khusus untuk jemaah seperti Awan dan Anan. Mereka akan ditempatkan di lantai satu asrama, jauh dari keramaian. Semua dilakukan agar mereka bisa menjalankan ibadah dengan aman dan nyaman.
Cinta, Iman, dan Perjalanan Panjang
Di Tapak Moge Timur, langit tampak cerah. Kebun kopi menebar aroma kuat, seperti biasa. Tapi hari-hari Awan Dahlan dan Anan Dahniar kini terasa lebih hangat. Ada harap yang membuncah, ada syukur yang tak bisa ditampung dalam kata-kata.
Mereka tak punya banyak harta, tak menguasai bisnis besar, tak tampil di televisi. Tapi hidup mereka adalah kisah tentang cinta yang sederhana, ketekunan yang diam-diam membuahkan hasil, dan iman yang tak goyah meski umur telah sepuh.
Mereka akan ke Makkah, berdua, seperti dulu saat muda, seperti saat mereka pertama kali saling menyebut nama.
“Semua dari kebun, izin Allah. Dari kopi semuanya, kumpul-kumpul kami,” ucap Dahlan, menutup obrolan sambil menatap kebun yang tak pernah ia tinggalkan.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Berkah Kopi dan Cinta Sejati, Kisah Pasangan Jemaah Haji Asal Aceh Menuju Tanah Suci
Pewarta | : Wahyu Nurdiyanto |
Editor | : Imadudin Muhammad |